SI PUNDAK TAK TERHINGGA..



***
Ada suatu kerinduan yang mulai menyeruak dalam batinnya, ketika tanpa sadar ada yang telah hilang sepekan lebih dari tempat peraduannya. Ya...mentari itu memang sudah lama tak menampakkan batang hidungnya. Mengalah pada si mendung untuk menguasai bumi hingga pada akhirnya tiba giliran bulan untuk tampil memesona dalam gemerlap malam.
Itulah kisahnya, kisah bumi yang kerap dihiasi oleh cerahnya sinar mentari atau romantisme cahaya rembulan. Ia butuh keduanya, seisi bumi menginginkannya. Namun tidak bagi mentari dan rembulan, mereka sama-sama bersikukuh mengklaim salah satu mereka lebih dominan. Bumi dibuat gamang namun tetap enggan mempertegas, kini isinya acakadut tak karuan dibuat porak poranda akibat ulah mentari dan bulan.
***
Dua paragraf yang sudah lama singgah dalam notes-ku, yang aku sendiri lupa kapan menulisnya. Iya, kini aku ‘sok’ sibuk seolah berusaha berlari mengejar seberkas sinar yang menghalangi pandangku. Tapi nyatanya aku takkan pernah sampai. Ketika sinar itu kian dekat, maka ia kian meredup, membuatku beranggapan “Ah! Semuanya sudah selesai!”. Hingga kemudian aku berjalan santai dan jarakku dengan sinar kembali merenggang, dan lagi-lagi, sinar itu masih memancar, kian pekat.
Kau masih tak mengerti maksudku? Tak apa. Aku tak menuntut kau untuk mengerti, hanya sekedar kau baca saja aku sudah bersyukur, andai memang kau benar-benar melihatnya. Setidaknya kau kini tahu, aku sedang tidak baik-baik saja. Kalau kata sabar kelak akan mencapai garis finish, maka sabarku adalah yang paling pertama melewatinya. Sungguh aku butuh lebih dari itu. Bukan sekedar bualan yang tak berujung, atau sekedar eksistensi yang hanya menggebu di awal namun kemudian melipir perlahan. Dan bodohnya, angan itu selalu menujumu. Selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar