Elang dan Merak



Aku tak tahu pasti bagaimana derasnya aliran lahar dingin ketika sang gunung baru saja erupsi, memuntahkan seluruh isi perutnya. Tapi bagiku rasa ini lebih deras. Setelah sekian lama sang sungai kering, aliran itu datang tiba-tiba dan membanjiri relung sang sungai. Love at first sight? Aah, aku rasa bukan. Namun pertemuan kedua setelah pertemuan satu malam dalam sebuah perjalanan itu sungguh melambungkan perasaanku. Dan diikuti dengan pertemuan-pertemuan yang kini tak terhitung lagi sudah sampai mana, rasa ini ku biarkan ada. Tumbuh semakin besar, liar tak bertuan namun kian rapuh. Eksistensi kehadiranmu memang layaknya katalis yang membuat benih ini tumbuh dengan cepat, namun aku terlalu menggebu hingga pada akhirnya kini ia enggan berkembang lagi. Tidak, bukan karena pertemuan yang sebegitu seringnya yang membuat si luar biasa menjadi terlihat biasa, sama sekali bukan. Ini tentang kenyataan yang perlahan terkuak dibalik setiap tatapan matamu, yang ternyata membuat lukaku kian menganga. Tadinya aku hanya ingin tahu satu hal, yakni  kenyataan bahwa benihku hanya akan mampu berkembang bersamamu, cukup satu hal itu saja. Namun kau bukakan pintu itu terlalu lebar, kau biarkan aku bergulat dengan kenyataan yang lambat laun akan mematikan benihku. Kau memang orangnya, yang sejak dulu hingga kini mampu membuat aliran deras dalam darahku tak henti-hentinya mengalir. Namun kau juga orangnya, yang kemudian membuat aliran itu kemudian terbendung tak mengalir, melalui eksistensinya yang kau pilih untuk menyertaimu.

Itu untukmu—sang elang—yang dengan tangguhnya mampu membuat aku terbuai hingga aku lupa bagaimana indahnya sang merak. Ya, merak yang telah pergi begitu lama namun indahnya tak akan pernah lekang, entah sampai kapan. Yang bersama dengannya, aku senantiasa merasakan hangatnya pelukan, juga ketenangan dari matanya yang seakan berbicara bahwa semuanya akan baik-baik saja. Duhai merak, lima tahun apa tidak cukup untuk membuat kau kembali ke peraduan? Apa ini memang cinta, atau hanya sebuah kepasrahan ditengah kegamangan mencari kepastian? Sungguh aku lebih kuat menahan rindu yang tak berujung ini, dibandingkan harus menatap matamu, yang kini hanya berupa tatapan kosong. Tak ada lagi ruang bicara yang membuatku selalu betah berlama-lama untuk sekedar melamun, seolah berkaca tentang kebahagiaan yang akan kita lewati bersama kelak.


...I could stay awake just to hear you breathing, watch you smile while you are sleeping, far away and dreaming, I could spend my life in this sweet surrender, I could stay lost in this moment forever, well, every moment spent with you, is a moment I treasure....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar